Tuesday 21 June 2016

SESAL KU

Butiran itu tak jatuh begitu saja, setelah menatapruang kosong di ujung mata, seperti sinar gelapmulai merambatmenembus dinding-dinding sunyi. Mata sayu tertutup derasnya aliran air, menatap basah tanah bergunduk berhiaskan bunga segar, dalam mataku tergambar jelas warna tawa dan senyum yang terasa dekat di pelupuk mata, jiwa sosok wanita mulia, yang rela menghabiskan sisa waktu nya hanya untuk sebyuah kebahgiaan permata hatinya, memberi tanpa meminta kembali, dan berharap bahagia tanpa tauseperti apa dirinya nanti.
Surya mulai redup, tertutup awan, dan merendahkan muka mengintip di upuk utara, semilir angin menrpa wajahku sekan memeluk ku dalam sesal yang ku alami, ku tatap sesal tak berujung dalam hatiku, sesak mulai terasa kembali, menatap kosong jiwa yang terlupa.
Seperti sendiri aku mulai melangkah pergi menarik diri meski berat, semua jelas terlihat di mataku kekosongan yang mulai menyelimutiku, sebuah sesal yang tak berujung, sebuah maaf yang tak terucap di bibirku. Saat aku kembali dan mulai berjalan dari sisi gelap yang ku alami serasa semuanya telah berbeda, kekosongan yang ku rasa dalam jiwa.
Tersadar aku pada duniaku yang tak lagi beraga pada genggamanyang selama ini aku kenali, lingkungan yang begitu asing bagiku, rambatan sepi yang begitu meenyayat hati, ku coba menerobos suasana yang sulit untuk ku lewati, sebuah sekenario yang begitu luar biasa yang telah terpapar dalam hidup ku.
Seperti mimpi aku tak lagi tau jalan kembali, laksana tanpa tulang aku tak lagi mampu berdiri dan berlari. aku mulai terbiasa dengan sepi dan sendiri mulai menjadi pendusta yang selalu menipu diri sendiri, terlihat kuat dan tegar namun rapuh dan kosong di dalam, aku mampu tertawa dan tersenyum tanpa makna. ku mulai terasa jiwa yang telah hilang terkubur bersama asa yang sirna di sana, di dalam tanah yang berhiaskan bunga mengering di terpa sang mentari.
Aku mulai terbiasa berjalan tanpa tau arah dan tujuan, membuatku lupa tentang arti pengorbanan dan keagungan dari takdir itu sendiri, lupa tentang kepastian dari garis-garis yang telah di tetapkan, yang tertinggal hanyalah sesal tanpa ujung buah dari perjalanan hidupku dan tamparan yang begitu keras mengoyak langkahku.
Sesekali dalam doaku memanjatkan maaf dan ucapan selamat jalan bagimu, selamat jalan ibu semoga kau bahagia di sana, semoga kau tenang disana asamu tetap ku genggam dan doamu akan menjadi cambuk penolong bagiku. semoga kau bahagia disana jangan kawatirkan anakmu disini aku akan baik-baik saja.
SELAMAT JALAN IBU....

No comments:

Post a Comment