
lihatlah betapa indahnya hujan itu, menetes tanpa menyakiti, tak jera meski terjatuh berkali-kali, dingin yang terasa membuat kita ingin memeluk nya tanpa takut basah lagi, sebuah rahmat yang tak pernah terbayangkan oleh manusia, semerbak wangi tanah yang basah, alunan indah kemercik air mengalir, inilah rizki paling halal di dunia ini, rizki yang langsung di turunkan langit untuk semua mahluknya.
disudut kamar ini aku mulai merasakan dingin itu, medengarkan teriakan air yang mengalir, mebawaku kembali kemasa dimana aku belum mengenal sebuah kata duka, di masa aku pantas di gendong jika menangis, dan dimasa aku masih butuh sebuah jawaban ituk rasa ingin tahuku. dikamar sempi dan pengap ini aku mulai tersenyum mengenang hari-hari itu, sebuah hari di mana aku harus bejuang menjadi tumbuh dan dewasa, ada rasa rindu di sana ada rasa haru menyelimutiku, sebuah kata panggilan yang tak mungkin lagi aku ucapkan, ibu. hanya doa sebagai pengganti sapaku, di atas pusara bernisankan kayu tua.
empat tahun lalu aku melihat sosok wanita tegar tebaring lemah di pembaringan wajahnya yang khas dari seorang ibu menangis karena haru melihat keadaannya, seraya berkata," selesaikan kuliahmu, walau ibu tak bisa melihatmu tapi ibu akan terus berdoa semampuku, " dengan deraian airmata dia lantas bercerita tentang keadaanya melawan penyakit yang lama dia derita, liver stadium 4, tubuhnya kini kurus kering, tinggal perutnya yang terus membesar, tangisnya menjadi ketika tidurnya terjaga saat merasakan laran, saat itu aq menjadi laki-laki yang lemah air mataku seakan seperti tak mampu lagi aku bendung, satu malam itu aku menjaga tidurnya entah berapa kali dia mengigau, dan seakan ingin mengatakan kegelisahannya, atau sekedar rasa ingin menyampaikan inginnya, aku masih ingat kata-kata yang sempat dia katakan kepadaku, kepada smua anggota keluargaku, tetapa beliau ingin menimang cucu dan melihatku bersama dalam satu rumah, melihat cucunya tumbuh, saat itu aku menjadi manusia paling berdosa, karena aku lebih memilih pendidikan di banding berkeluarga, sempat aku berkata jika ada seseorang yang engkau pilihkan untukku saat ini aku akan nikahi wanita itu, akan aku jadikan istriku.
empat tahun telah berlalu aku kini tak lagi seperti dulu semuanya berubah, entah aku yg larut dalam angan atau rasa bersalah yg kelewatan tapi aku merasa smuanya menjdi sulit bagiku, tanpa ibu, ayahku hanyalah petani biasa beliau sekarang terlihat lebih tua, tak seperti waktu bersama ibuku, badannya kini terlihat kurus dan tertekan, aku merasa menambah beban yang dia derita, aku menjadi manusia berdosa atas mereka di usiaku yang menginjak 26th aku tak bisa berbuat apa-apa, yang ku bisa hanya meminta dan mengeluh, kadang aku merasa malu hadir sebagai benalu dalam hidup mereka, tersirat tanya dalam diriku" kapan aku bisa sepertimu? kapan aku mampu mandiri tanpamu? kapan aku bisa memabantumu? kapan aku bisa membanggakanmu? sebagai anak satu-satunya kenapa aku harus terus merepotkanmu, kenapa aku belum mampu membahagiakanmu?"
ayah, ibu maafkanlah anakmu jika nanti aku bisa menjadi orang sukses aku ingin emngkaulah orang pertama yang melihatku, engkaulah orang pertama yang akan aku sebut sebagai aktor di balik sukses ku, ayah ibu air matamu harus terbalas, keringat yang telah terkuras harus di bayar, suatu saat nanti aku yakin engkaulah orang yang pertama tersenyum melihatku dan dengan bangga menyebut, "DIALAH ANAKKU" dan aku akan katakan pada dunia "ENGKAULAH ORANG TUAKU, AYAH, DAN ENGKAU IBU YANG DI SURGA"
PASTI.....!!!
No comments:
Post a Comment